WART4 – Nunukan, Polemik mengenai Pokok-pokok Pikiran (Pokir) kembali mencuat di tubuh DPRD Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Pada 14 Agustus 2025, rapat paripurna pembahasan Nota Kesepakatan KUA-PPAS Perubahan 2025 dan KUA-PPAS 2026 gagal kuorum. Dari total 30 anggota dewan, hanya 19 yang hadir, sementara 11 anggota DPRD absen.
Absennya sebagian anggota dewan itu disebut-sebut berkaitan dengan protes karena usulan kenaikan anggaran Pokir mereka tidak diakomodir oleh pemerintah daerah. Isu inilah yang memicu kegaduhan politik di Nunukan.
Kritik Keras dari Sesama Anggota DPRD
Ketua Fraksi Golkar DPRD Nunukan, Syafrudin, mengaku kecewa sekaligus malu atas sikap koleganya. Menurutnya, kepentingan masyarakat seharusnya lebih diutamakan ketimbang tarik-menarik anggaran Pokir.
“Saya sampai menunda operasi mata demi hadir di paripurna, demi rakyat. Malu saya kalau kita hanya mementingkan Pokir sementara kepentingan masyarakat luas terbengkalai,” tegas Syafrudin
Ia menilai, aksi absen itu merugikan masyarakat karena menghambat pembahasan anggaran daerah yang vital untuk pembangunan.
Meski demikian, tudingan bahwa absennya anggota dewan semata-mata karena isu Pokir dibantah oleh beberapa fraksi.
Fraksi Gerindra, lewat ketuanya Dr. Andi Muliyono, menyebut tuduhan bahwa Gerindra memboikot paripurna adalah tidak benar dan menyesatkan.
Menurutnya, Gerindra tetap konsisten memilih jalur dialog, bukan boikot.
Fraksi Hanura juga memberikan bantahan serupa. Mereka menolak disebut mangkir karena alasan Pokir, dan menyebut ketidakhadiran sebagian anggota hanyalah miskomunikasi agenda.
Damai Setelah Tegang
Ketegangan politik itu berlangsung singkat. Pada 15–16 Agustus 2025, DPRD Nunukan menggelar rapat internal. Hasilnya, semua fraksi sepakat untuk kembali solid demi kelancaran pembahasan anggaran.
KUA-PPAS Perubahan 2025 dan KUA-PPAS 2026 akhirnya disetujui bersama. Dalam kesepakatan tersebut, Pokir ditegaskan sebagai bagian sah dari proses pembangunan, namun dengan penekanan agar tidak dijadikan alat tarik-ulur politik.
Seruan KPK: Pokir Boleh, Penyalahgunaan Haram
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya telah berulang kali mengingatkan soal penyalahgunaan Pokir. Menurut KPK, Pokir sejatinya adalah ruang legal bagi DPRD menyalurkan aspirasi masyarakat. Namun dalam praktik, sering terjadi penyimpangan:
1. Pokir dijadikan alat tawar-menawar dalam pembahasan APBD.
2. Forum paripurna atau pembahasan anggaran disandera, jika usulan Pokir tidak diakomodasi.
3. Pokir dipakai untuk kepentingan pribadi atau kelompok, bukan masyarakat luas.
“Pokir itu sah dalam sistem. Tapi jangan sampai dijadikan modus korupsi. Kalau ada anggota DPRD yang memaksakan Pokir dengan mengancam pembahasan APBD, itu jelas penyalahgunaan kewenangan,” tegas Deputi Bidang Pencegahan KPK dalam sebuah pernyataan resmi.
KPK menegaskan, segala bentuk penyalahgunaan Pokir yang berujung pada kerugian negara bisa diproses hukum sebagai tindak pidana korupsi.
Red/BS
Posting Komentar
0Komentar