WART4, GAZA – Situasi kemanusiaan di Jalur Gaza kembali menjadi sorotan dunia. Meski berbagai pihak internasional menyerukan percepatan pengiriman bantuan kemanusiaan, laporan dari sejumlah sumber terpercaya menunjukkan bahwa sebagian besar truk yang masuk ke Gaza bukan membawa bantuan kemanusiaan, melainkan barang dagangan komersial untuk dijual di pasar.
Jumlah Truk Bantuan Jauh di Bawah Kesepakatan
Menurut laporan dari Al Jazeera (16 Oktober 2025), jurnalis lapangan Hind Khoudary yang melaporkan dari Deir al-Balah, Gaza, menyampaikan bahwa jumlah truk yang masuk ke wilayah Gaza saat ini tidak mencapai 300 unit per hari.
Padahal, berdasarkan kesepakatan internasional, sekitar 600 truk bantuan kemanusiaan seharusnya diperbolehkan melintasi perbatasan setiap hari.
"Realitanya, sebagian besar truk yang datang berisi barang dagangan komersial, bukan bantuan kemanusiaan. Barang-barang tersebut dijual di pasar, sementara ribuan keluarga di Gaza masih berjuang mendapatkan makanan dan air bersih," kata Hind Khoudary dalam laporannya untuk Al Jazeera.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan lembaga kemanusiaan, mengingat sebagian besar warga Gaza tidak memiliki daya beli akibat lumpuhnya aktivitas ekonomi dan terbatasnya pasokan uang tunai.
Data dari Lembaga Internasional: Distribusi Bantuan Masih Tersendat
Laporan terbaru dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mencatat bahwa sejak Mei 2024, jumlah truk bantuan yang masuk ke Gaza terus menurun drastis.
Meski ada upaya untuk meningkatkan jumlah truk yang membawa bahan pangan, air, dan obat-obatan, banyak konvoi bantuan tertahan akibat pemeriksaan ketat di perbatasan serta kendala izin masuk dari pihak Israel.
Dalam laporan yang dirilis di situs ochaopt.org, PBB menegaskan bahwa mereka hanya dapat memantau truk bantuan kemanusiaan resmi dan tidak memiliki data pasti terkait jumlah truk komersial yang ikut masuk ke Gaza setiap hari. Hal ini menyebabkan perbedaan signifikan antara laporan di lapangan dengan data resmi yang tersedia.
Sementara itu, ReliefWeb melaporkan bahwa lebih dari 190.000 metrik ton bantuan kemanusiaan telah disiapkan untuk dikirim ke Gaza. Namun, jumlah tersebut belum sepenuhnya berhasil disalurkan karena hambatan di pos pemeriksaan.
Sebagian Bantuan Dijarah dan Dialihkan ke Pasar Lokal
Laporan independen dari Humanitarian Outcomes (2024) dan Foundation for Defense of Democracies (FDD) mengungkapkan bahwa sebagian besar bantuan yang berhasil memasuki Gaza tidak sampai ke tangan penerima manfaat sebenarnya.
FDD bahkan menyebutkan bahwa hingga 88 persen truk bantuan yang dijadwalkan sejak Mei 2025 mengalami penjarahan atau pengalihan muatan di sepanjang rute distribusi.
Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa beberapa bantuan kemanusiaan dijual kembali di pasar lokal Gaza, sebagaimana ditemukan dalam laporan Humanitarian Access SCORE Report.
Akibatnya, barang-barang yang seharusnya gratis bagi masyarakat terdampak justru menjadi komoditas dagang di tengah krisis.
Krisis Kemanusiaan Semakin Parah
Menurut laporan Al Jazeera lainnya, banyak warga Gaza kini hidup dalam kondisi sangat kritis. Rumah sakit kekurangan bahan bakar dan obat-obatan, sementara ribuan anak mengalami kekurangan gizi dan trauma perang.
Bantuan medis, pangan, dan air bersih menjadi kebutuhan paling mendesak, namun distribusinya sangat terbatas.
“Anak-anak yang sakit dan kekurangan gizi menunggu pertolongan yang tak kunjung datang. Meski gencatan senjata telah diumumkan, bantuan kemanusiaan tetap terhambat,” tulis Al Jazeera dalam laporannya berjudul “Gaza’s ailing children desperately waiting for help despite ceasefire.”
Keberadaan Truk Komersial Bukan Fenomena Baru
Menurut catatan Parlemen Inggris dalam laporan berjudul Humanitarian Situation in Gaza, sebelum 7 Oktober 2023, lebih dari 500 truk per hari memasuki Gaza dan sebagian besar merupakan truk komersial yang memasok pasar lokal.
Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan arus perdagangan komersial ke Gaza bukan fenomena baru, melainkan bagian dari sistem ekonomi yang telah lama berjalan di bawah blokade.
Namun, pada masa krisis kemanusiaan seperti sekarang, keberadaan truk dagangan justru menimbulkan perdebatan. Banyak pihak menilai bahwa prioritas utama seharusnya diberikan kepada bantuan kemanusiaan, bukan perdagangan.
Seruan Dunia Internasional
PBB, WHO, dan sejumlah organisasi kemanusiaan terus mendesak agar akses penuh untuk bantuan kemanusiaan segera dibuka.
“Setiap hari keterlambatan berarti lebih banyak nyawa yang terancam. Bantuan harus diutamakan, bukan diperlambat oleh urusan politik,” kata perwakilan WHO di wilayah Timur Tengah dalam konferensi pers terbaru.
Red/BS

Posting Komentar
0Komentar